Kamis, 10 Desember 2009

Memperjuangkan Askeskin


Hampir tiga tahun sudah gempa dan tsunami berlalu, pembangunan disegala bidang terus dilakukan di Aceh.Ironisnya, di balik gempita pembangunan masih banyak masyarakat miskin yang belum sepenuhnya merasakan adanya perubahan, khususnya pelayanan di bidang kesehatan. ProgramAsuransi Kesehatan Miskin (Askeskin) yang digembar-gemborkan pemerintah ternyata belum dirasakan oleh rakyat miskin di Aceh.

Rendahnya akses rakyat miskinakan hak untuk mendapatkan pengobatan tampaknya perlu mendapatkanperhatian secara serius dan dikawaloleh masyarakat sipil. Tujuannya agar semua proses dilakukandapatdipastikan sesuai dengan kebijakan yang berlaku dan melibatkan partisipasi masyarakat. Penguatan organisasi masyarakat sipil diperlukan agar mereka dapat berperan aktif dalam usaha meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat miskin di Aceh, khususnya peserta askeskin.

Keterlibatan masyarakat (civic engagement) dalam proses perencanaan, pembahasan dan pengesahan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban diyakini dapat mengurangi penyimpangan yang sering terjadi dalam proses pelaksanaan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin. Penyimpangan paling utama dari program yang telah dilakukan oleh pemerintah adalah belum menyentuh dan belum bisa dinikmati secara maksimal oleh masyarakat miskin. Selain itu program ini juga seringkali tidak tepat sasaran dalam realisasi dilapangan.

Rendahnya kualitas pelayanan publik yang terjadi di kabupaten Pidie dapat dilihat dari terbatasnya sarana pelayanan; perilaku petugas yang belum bersifat melayani; tidak jelasnya waktu dan biaya yang diperlukan untuk mendapatkan suatu pelayanan; tidak adanya sosialisasi terhadap penggunaan kartu ASKESKIN.

Akibat kualitas pelayanan yang rendah tersebut masyarakat miskin merasa jenuh dan mulai kehilangan rasa percaya kepada program pemberi layanan kesehatan dari pemerintah tersebut.

Keluhan atas pelayanan ini sayangnya tidak dibarengi dengan mekanisme yang jelas bagi rakyat untuk melaporkan semua ketidak puasan tersebut. Rakyat tidak tahu harus melapor kemana.

Sampai saat ini masih banyak rakyat miskin yang belum mendapatkan kartu askeskin, sehingga mereka sulit untuk mendapatkan akses pelayanan kesehatan pada BPK RSU ditingkat Kabupaten maupun Propinsi.

Di Pidie, program pelayanan kesehatan bagi masyarakat dirasakan belum maksimal. Problem pelayanan kesehatan ini merasa perlu di advokasi oleh PASKA Pidie, sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat yang giat melakukan advokasi kesehatan yang dikenal dengan program ANCORS (Acehness Civil Organisation Straighten). Paska juga memberikan pendampingan bagi rakyat miskin untuk memperjuangkan hak-haknya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau.

Program advokasi kesehatan untuk rakyat miskin tersebut dijalankan dengan bekerjasama dengan ADF dan YAPPIKA. Contoh pendampingan yang dilakukan terhadap salah satu peserta Askeskin penderita sakit jantung ke RSCM Jakarta. Pasien yang bernama Ibu Ainsyah (35 Th) adalah warga Geudong Reubee Kecamatan Delima Kabupaten Pidie. Pendampingan dilakukan dari tingkat Kabupaten (RSU Sigli), ditingkat Propinsi (RSU-ZA dan PT.ASKES), dan sampai dengan pendampingan ke RSCM Jakarta guna mendapatkan penanganan lanjut (bedah jantung).

Dari proses pendampingan ini di dapat sebuah pembelajaran bahwa pemerintah yang bertanggungjawab dalam program askeskin belum menjalankan fungsinya secara optimal. Dalam kasus di Kabupaten Pidie dapat dibuktikan bahwa rakyat miskin masih belum terjangkau oleh pelayanan Askeskin yang berkualitas, murah dan cepat.



Oleh: Firman Munandar Aktivis Pengembangan Aktivitas Sosial Ekonomi Aceh
(PASKA) Pidie
http://www.yappika.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=64&Itemid=70