Kamis, 18 Maret 2010

Kabupaten Halmahera Tengah


SEJARAH kembalinya Irian Barat yang kini dikenal dengan Papua ke pangkuan Ibu Pertiwi menorehkan nama Halmahera Tengah di dalamnya. Tahun 1956 wilayah ini termasuk bagian Provinsi Irian Barat. Tak hanya itu, daerah yang baru saja mengalami pengurangan wilayah di awal tahun 2003 ini adalah basis perjuangan merebut Irian Barat.

HAMPIR setengah abad lalu peristiwa itu terjadi. Meski demikian, hal bersejarah ini tak pernah lekang dimakan waktu. Ini tercermin dari arti gelombang laut, sudut Salawaku, dan gugusan pulau/gunung pada lambang Kabupaten Halmahera Tengah.

Tidak tanggung-tanggung, wilayah Kabupaten Halmahera Tengah berkurang hampir 80 persen. Kecamatan Tidore dan Oba menjadi bagian Kota Tidore Kepulauan, sementara Kecamatan Maba dan Wasile masuk dalam naungan Kabupaten Halmahera Timur. Ini berarti mengurangi potensi sumber daya alam, dengan menyisakan Kecamatan Weda dan Kecamatan Patani Gebe yang kemudian dipisahkan menjadi Kecamatan Patani dan Kecamatan Pulau Gebe. Mau tidak mau, potensi alam lainnya harus digali untuk menggerakkan perekonomian yang mengandalkan perkebunan sebagai ujung tombak pertanian.

Pada tahun 2001, sumbangan perkebunan mencapai 19,25 persen dari total kegiatan ekonomi dengan kelapa sebagai komoditas utama. Produksinya sebanyak 39.023 ton di tahun yang sama digeluti oleh lebih 26.000 petani kelapa. Jika dikurangi dengan empat wilayah yang telah menjadi kota dan kabupaten lain, maka hanya 23 persen dari total produksi dengan 9.203 petani kelapa saja yang dimiliki kabupaten ini. Produksi kelapa yang berlimpah diolah lebih lanjut menjadi minyak kelapa rakyat. Batok kelapa juga termasuk komponen kelapa yang dapat dimanfaatkan.

Hasil perikanan laut memang cukup menjanjikan. Ikan cakalang merupakan ikan yang paling banyak tersedia. Geografis Halmahera Tengah yang berbatasan dengan Teluk Buli dan Teluk Weda menjadikan hasil perikanan sebagai kandungan alam potensial dan layak menjadi andalan.

Kontributor terbesar ada di pertambangan nonmigas. Sejauh ini, pertambangan yang dieksploitasi adalah nikel. Pertambangan nikel yang berada di Pulau Gebe dikelola PT Aneka Tambang (Antam). Di tahun 2001, nilai produksi pertambangan mengalami kenaikan menjadi 29 juta dollar AS.

Aktivitas penambangan telah dimulai sekitar tahun 1978. Diperkirakan, kontrak eksploitasi berakhir terhitung empat tahun kemudian dari sekarang. Berakhirnya kegiatan penambangan di Pulau Gebe menjadi persoalan, mengingat sumbangannya yang besar mencapai 19,6 persen terhadap keseluruhan nilai perekonomian.

Saat ini di wilayah Kecamatan Weda, sebuah perusahaan asing yakni PT Weda Bay Nickel yang merupakan group perusahaan dari Perancis Eramet, sedang menyelesaikan proses akhir eksplorasi tambang nikel dan cobalt. Dengan nilai investasi sekitar Rp 2,34 triliyun. Diperkirakan sekitar 3 - 4 tahun kedepan proses tambang dan produksi akan beroperasi.

Akses ke Pulau Gebe dapat dicapai dengan kapal dalam setengah hari perjalanan. Bisa juga dengan pesawat carter. Selain pelabuhan di Pulau Gebe, Halmahera Tengah juga memiliki sebuah dermaga kecil di Kecamatan Weda yang merupakan pelabuhan perintis.

Di pelabuhan-pelabuhan kecil ini, kapal-kapal besar yang berasal dari Pelabuhan Ternate tidak dapat merapat. Karenanya barang-barang yang dibawa diangkut ke daratan dengan jenis kapal kecil. Barang-barang yang didatangkan dari luar pulau, seperti beras dan pakaian, dipasok dari Surabaya serta sayur-sayuran berasal dari Manado. Barang-barang ini dibongkar di pelabuhan besar Ternate untuk kemudian diangkut kembali dengan kapal ke Halmahera Tengah.

Pengangkutan melalui jalur laut menjadi pilihan karena kurang baiknya infrastruktur jalan. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar permukaan jalan berkerikil dengan kondisi rusak.
(Sumber: Kompas)